Landasan Teori Pembelajaran Berbasis Web
26 Apr
A. Pendahuluan
Seiring perkembangan zaman, pemanfaatan internet untuk berbagai kepentingan
di Indonesia terus berkembang.
Perkembangan
teknologi informasi dapat meningkatkan kinerja dan memungkinkan berbagai
kegiatan dilaksanakan dengan cepat, tepat, dan akurat, sehingga pada akhirnya
dapat meningkatkan produktivitas. Perkembangan teknologi informasi sekarang ini
memunculkan berbagai jenis kegiatan berbasis pada teknologi ini, termasuk dalam
bidang pendidikan.
Dengan perkembangan teknologi informasi yang
begitu pesat, maka saat ini sudah dimungkinkan dan banyak diterapkan proses
belajar jarak jauh dengan menggunakan internet untuk menghubungkan mahasiswa
dan dosen, melihat jadwal kuliah, mengirimkan berkas tugas perkuliahan, melihat
nilai, konsultasi, dan bahkan melakukan diskusi. Melalui media pembelajaran
berbasis web materi pembelajaran dapat diakses kapan saja dan dari mana saja,
di samping itu materi juga dapat diperkaya dengan berbagai sumber belajar
termasuk multimedia. Media pembelajaran berbasis web dapat dikembangkan dari
yang sangat sederhana sampai yang kompleks. Sebagian media pembelajarn berbasis
web hanya dibangun untuk menampilkan kumpulan materi, sementara forum diskusi
atau tanya jawab dilakukan melalui e-mail atau milist.
Implementasi dengan cara tersebut terhitung sebagai media pembelajaran berbasis
web yang paling sederhana
Sistem instruksional didesain dengan tujuan utama
untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran. Secara operasional, sistem
instruksional memerlukan teori-teori belajar yang sebagai dasar pijakan
aplikasi dan kemungkinan pengembangan sistem. Begitu juga dengan sistem
instruksional media Online Learning, sebagai media penyampaian, harus disadari
bahwa Online Learning bukanlah faktor tunggal yang menentukan kualitas
pembelajaran.
Sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa Teori adalah sejumlah
proposisi yang terintegrasi secara sintaktik dan yang digunakan untuk
memprediksi dan menjelaskan peristiwa-peristiwa yang diamati (Snelbecker, 1974
dalam Dahar, 1988: 5). Proposisi yang terintegrasi secara sintaktik, artinya,
kumpulan proposisi ini mengikuti aturan-aturan tertentu yang dapat
menghubungkan secara logis proposisi yang satu dengan proposisi lainnya dan
juga pada data yang diamati.
Dengan demikian teori ialah sesuatu yang menjadi
dasar pembentukan sesuatu ilmu pengetahuan. Dasar teori ini yang akan di
kembangkan pada ilmu pengetahuan agar dapat diciptakan pengetahuan baru yang
lebih lengkap dan detail sehingga dapat memperkuat pengetahuan tersebut. Teori
juga merupakan satu rumusan daripada pengetahuan yang memberi panduan untuk
menjalankan penyelidikan dan mendapatkan pembahasan baru.
B. Landasan Teori Pembelajaran Berbasis Web
1. Teori belajar
Teori belajar merupakan landasan utama dalam desain pembelajaran berbasis
web. Teori belajar memberikan landasan kuat tehadap kajian bagaimana seorang
individu belajar. Landasan tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk
merancang desain pembelajaran berbasis web.
Menurut Rasmussen dan Shivers dalam Darmansyah (2010: 130) mengatakan bahwa
DPWB dilandasi oleh tiga teori belajar. Ketiga teori belajar itu adalah:
- Teori
belajar behavioristik
Teori behavioristik merupakan sebuah teori yang
dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil
dari pengalaman. Kemudian teori ini berkembang menjadi aliran psikologi belajar
yang berpengaruh terhadap pengembangan teori pendidikan dan pembelajaran yang
dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya
perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Aliran ini diperkenalkan oleh
beberapa ahli seperti Jhon B Watson, Ivan Pavlov, BF Skinner, El Thorndike,
Bandura dan Tolman.
Behaviorisme menganggap bahwa
belajar merupakan
akibat adanya
interaksi
antara
stimulus
dan respon (Slavin, 2000: 143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika
dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar
yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon
berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh
guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting
untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang
dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan
oleh
guru (stimulus)
dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori
ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk
melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut. Faktor lain yang
dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (
reinforcement).
Bila penguatan ditambahkan (
positive reinforcement) maka respon akan
semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/ dihilangkan (
negative
reinforcement) maka respon juga semakin lemah (Darmansyah, 2010: 131).
Maka dapat diketahui bahwa teori behavioristik
memandang individu hanya dari sisi jasmaniah, dan mengabaikan aspek-aspek
mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat,
minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata
melatih siswa sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai
individu. Teori behavioristik sering kali tidak mampu menjelaskan situasi
belajar yang kompleks, sebab banyak hal yang berkaitan dengan pembelajaran
tidak dapat dilihat oleh hanya hubungan stimulus dan respon. Teori ini
cenderung mengarahkan siswa untuk berpikir linier, konvergen, tidak kreatif dan
tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan
atau shapping yaitu membawa siswa menuju atau mencapai target
tertentu, sehingga menjadikan peserta didik untuk tidak bebas berkreasi dan
berimajinasi.
Menurut Jhon Locke pengalaman adalah salah satunya jalan memiliki
pengetahuan. Ide dan pengetahuan adalah produk dari pengalaman. Secara
psikologis, seluruh perilaku manusia, kepribadian, dan tempramen ditentukan
oleh pengalaman indrawi. Pikiran dan perasaan disebabkan oleh perilaku masa
lalu.
Menurut Edward L Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya
asosiasi-asosiasi antara peristiwa yang disebut stimulus dan respon. teori
belajar ini disebut teori
connectionism. Eksperimen yang dilakukannya
menghasilkan teori
trial dan
error. Ciri-ciri belajarnya
adalah adanya aktivitas, dan respon terhadap berbagai situasi, ada eliminasi
terhadap berbagai respon yang salah, ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai
tujuan. Kemudian Thorndike mengeluarkan hukum-hukum yaitu (Sneelbeeker, 1974:
215-216)
1) Hukum kesiapan “
Law of Readiness”
Dalam belajar seseorang harus dalam keadaan siap
dalam artian seseorang yang belajar harus dalam keadaan yang baik dan siap,
jadi seseorang yang hendak belajar agar dalam belajarnya menuai keberhasilan
maka seseorang dituntut untuk memiliki kesiapan, baik fisik dan psikis,
Disamping sesorang harus siap fisik dan psikis seseorang juga harus siap dalam
kematangan dalam penguasaan pengetahuan serta kecakapan-kecakapan yang
mendasarinya.
2) Hukum Latihan”
Law of Exercise”
Untuk menghasilkan tindakan yang cocok dan
memuaskan untuk merespon suatu stimulus maka seseorang harus mengadakan
percobaan dan latihan yang berulang-ulang.
3) Hukum Akibat “
Law of Effect”
Setiap organisme memiliki respon sendiri-sendiri
dalam menghadapi stimulus dan situasi yang baru, apabila suatu organisme telah
menetukan respon atau tindakan yang melahirkan kepuasan dan kecocokan dengan
situasi maka hal ini pasti akan di pegang dan dilakukan sewaktu-waktu ia di
hadapakan dengan situasi yang sama. Sedangkan tingkah laku yang tidak
melahirkan kepuasaan dalam menghadapi situasi dan stimulus maka respon yang
seperti ini akan ditinggalkan selama-lamanya oleh pelaku.
Ivan Petrovich Pavlov dengan teori pelaziman
klasik menyatakan bahwa individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti
stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon
yang diinginkan. Sementara individu tidak sadar dikendalikan oleh stimulus dari
luar. Belajar menurut teori ini adalah suatu proses perubahan yang terjadi
karena adanya syarat-syarat yang menimbulkan reaksi. Belajar itu adalah adanya
latihan dan pengulangan yang terjadi secara otomatis.
Selanjutnya Skinner mengeluarkan sebuah teori
yang dianamakan dengan operant conditioning yang merupakan suatu
proses penguatan perilaku operan yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut
dapat diulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan (Hergenhahn &
Olson, 2008: 84). Operant conditioning menjamin respon terhadap
stimulli, bila tidak menunjukkan stimuli maka guru tidak dapat membimbing siswa
untuk mengarahkan tingkah lakunya. Guru memiliki peran dalam mengontrol dan
mengarahkan siswa dalam proses pembelajaran sehingga tercapai tujuan yang
diinginkan.
Selanjutnya Albert Bandura yang mengeluarkan
teori belajar sosial. Teori ini menerima sebagian besar prinsip teori belajar
perilaku, tetapi memberikan lebih banyak penekanan pada efek-efek perilaku dan
proses mental (Ratna Willis, 2011: 22). Jadi teori ini menunjukkan pentingnya
proses mengamati dan meniru perilaku, sikap dan emosi orang lain. Teori ini
menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi tingkah laku timbal balik
yang berkesinambungan antara kognitif perilaku dan lingkungan.
Itulah beberapa teori yang diuraikan oleh para
ahli yang nantinya akan dijadikan landasan dalam DPBW. Penerapan teori
behavioristik memberikan peluang kepada guru untuk melaksanakan pembelajaran
dengan konsep sebagai berikut:
1) Materi Ajar Siap Saji
Penerapan paradigma teori behaviorisme memberikan
konsekuensi kepada guru yang menggunakan untuk menyusun bahan ajar dalam bentuk
materi yang sudah siap. DPBW seharusnya menyediakan bahan ajar yang sudah siap
saji, sehingga siswa dapat mengakses kapan dan dimana saja.
2) Instruksi Contoh Simulasi (ICS)
Teori behavioristik merekomendasikan agar guru
tidak hanya memberi ceramah, tetapi instruksi singkat yang diikuti
contoh-contoh. DPBW memang harus dirancang dalam bentuk instruksi tanpa
melibatkan banyak ceramah. Hal ini sangat cocok dengan DPBW yang menggunakan
konsep belajar jarak jauh. Materi harus dilengkapi dengan instruksi singkat dan
diperkaya dengan contoh dan simulasi.
3) Mulai Sederhana Sampai Komples (MSSK)
Penyusunan bahan ajar dilakukan secara
terstruktur mulai dari yang paling mudah sampai pada materi yang kompleks.
Materi DPBW yang dirancang sebaiknya dibuat berhirarki mulai dari yang sangat
sederhana menuju yang kompleks
4) Tujuan Dipecah Menjadi Kecil
Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian kecil
yang ditandai dengan pencapaian suatu keterampilan tertentu. Setelah satu
tujuan tercapai maka beralih ke tujuan berikutnya. Rancangan DPBW
direkomendasikan agar memenuhi kebutuhan capaian hasil belajar yang teramati
dan terukur, haruslah dibuat dengan tujuan-tujuan kecil yang mudah dicapai pada
setiap tahapannya
5) Memperbaiki Kesalahan Sesegera Mungkin
Teori behavioristik juga merekomendasikan bahwa
pembelajaran yang direncanakan sebaiknya memberikan evaluasi sesegera mungkin
terhadap capaian hasil belajar siswa. DPBW yang dirancang dapat menyediakan
fasilitas untuk memberikan umpan balik terhadap proses pembelajaran yang
diikuti peserta didik.
6) Latihan Pengulangan Menjadi kebiasaan
Teori behavioristik merekomendasikan banyak
latihan kerna sifatnya yang berorientasi lingkungan. Rancangan DPBW sebaiknya
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk dapat melakukan latihan dan
pengulangan dalam proses pembelajaran
7) Penghargaan Positif Hukuman Negatif
Teori behavioristik mengakomodasikan adanya
penerapan reward dan punishment dalam pembelajaran. DPBW yang
dirancang untuk pembelajaran sebaiknya menyediakan ruang untuk dapat memberikan
perlakuan terhadap perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif dan
perilaku yang sesuai mendapatkan penguatan negatif
8) Evaluasi Didasari Perilaku yang Tampak
Evaluasi merupakan cara mendapatkan umpan balik
dalam pembelajaran. DPBW juga perlu dirancang untuk mengakomodasi adanya bentuk
evaluasi berdasarkan perubahan perilku yang tampak dan terukur
9) Hasil Membentuk Perilaku yang Diinginkan
Hasil yang diharapkan dari penerapan teori
behavioristik ini adalah terbentuknya sutau perilaku yang diinginkan. DPBW juga
dirancang denga hasil yang dapat membentuk perubahan perilaku yang diinginkan .
Dengan demikian aplikasi teori behavioristik dalam DPBW sangat cocok karena
peran sentral guru digantikan oleh internet. Semua indikator dari persyaratan
yang diperlukan dapat dipenuhi dengan baik, jika menerapkan PBW dalam
pembalajaran. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa PBW
menggunakan landasan teori behavioristik adalah sebuah keharusan.
- Teori Belajar Kognitif
Istilah “Cognitive” berasal dari kata cognition
artinya adalah pengertian, mengerti. Pengertian yang luasnya cognition
(kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan. Dalam
pekembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi populer sebagai
salah satu wilayah psikologi manusia / satu konsep umum yang mencakup semua
bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan
masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan,
pengolahan informasi, pemecahan masalah, pertimbangan, membayangkan,
memperkirakan, berpikir dan keyakinan. Termasuk kejiwaan yang berpusat di otak
ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang
bertalian dengan rasa. Menurut para ahli jiwa aliran kognitifis, tingkah laku
seseorang itu senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau
memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi.
Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses
belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan
hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses
berpikir yang sangat kompleks. Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman.
Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku
yang bisa diamati.
Menurut Jerome Bruner yang mengeluarkan Information
processing theory dalam mempelajari manusia, ia menganggap manusia sebagai
pemproses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner menganggap, bahwa belajar itu
meliputi tiga proses kognitif, yaitu memperoleh informasi baru, transformasi
pengetahuan, dan menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Pandangan
terhadap belajar yang disebutnya sebagai konseptualisme instrumental itu,
didasarkan pada dua prinsip, yaitu pengetahuan orang tentang alam didasarkan
pada model-model mengenai kenyataan yang dibangunnya, dan model-model itu
diadaptasikan pada kegunaan bagi orang itu.
Model belajar kognitif mengatakan bahwa tingkah
laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang
berhubungan dengan tujuan belajarnya. Belajar merupakan perubahan persepsi dan
pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang nampak
(Agus Salim, 2010).
Teori kognitif berpandangan bahwa belajar
merupakan suatu proses interaksi yang mencakup ingatan, pengolahan informasi,
emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktifitas yang melibatkan
proses berfikir yang sangat kompleks. Proses belajar terjadi antara lain
mencakup pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikannya dengan struktur
kognitif yang sudah dimiliki dan terbentuk di dalam pikiran seseorang
berdasarkan pemahaman dan pengalaman-pengalaman sebelumnya.
Konsep dalam teori kognitif Bruner memberikan
rekomendasi dalam DPBW sebagai berikut:
1) Proses mental
2) Membangun ide baru berdasarkan
skemata yang telah ada
3) Memberikan kesempatan berpikir
analisis
4) Berdasarkan tindakan
5) Berdasarkan image
6) Berdasarkan simbol (bahasa)
7) Pembelajaran bermakna
Kemudian berdasarkan Component Display Theory
yang dipopulerkan oleh Meriil teori ini adalah sebuah upaya untuk
mengidentifikasi komponen strategi pembelajaran yang dapat dibangun. Menurutnya
CDT adalah sebuah kerangka analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen
strategi pembelajaran. Prinsip dasar CDT adalah didasarkan pada asumsi “kondisi
belajarnya” Gagne yakni terdapat berbagai jenis hasil pembelajaran dan
masing-masing jenis hasil pembelajaran memerlukan kondisi khusus untuk belajar.
Kemudian Reigeluth mengeluarkan teori elaborasi
tentang desain pembelajaran. Ia berpendapat bahwa konten yang dipelajari harus
diatur secara tertib dari yang sederhana sampai ke yang kompleks, sambil
menyediakan konteks yang berarti dimana ide-ide berikutnya dapat
diintegrasikan. Pendekatan dalam teori ini merekomendasikan bahwa konsep,
prinsip atau tugas paling sederhana yang harus diajarkan terlebih dahulu.
Selanjutnya diajarkan konsep, prinsip, dan tugas-tugas yang lebih luas, lebih
inklusif mengarah ke yang lebih rinci dan rumit. Kemudian kaitannya dengan DPBW
adalah sebagai berikut:
1) Pembelajaran dibuat berurutan dari yang
sederhana ke yang kompleks
2) Urutan konsep sesuai dengan kebutuhan dan
kondisi peserta didik
3) Lakukan penyederhanaan terhadap konsep yang
kompleks
Kemudian learning by doing theory yang
diusung oleh Roger Shank menggambarkan bahwa belajar dengan menggunakan harus
lebih banyak digunakan pada situasi dimana sebelumnya pembelajaran formal
dipandang sebagai satu-satunya solusi praktis. Pembelajaran dengan menggunakan learning
by doing memberikan kesempatan kepada perserta didik untuk melakukan
inovasi mandiri berdasarkan pengetahuan yang telah mereka miliki.
DPBW memang sangat tepat menggunakan pendekatan learning
by doinng karena karakteristiknya lebih banyak mengarahkan pada perolehan
keterampilan. Pengalaman yang diperoleh peserta didik melakukan sambil belajar
akan membantu mereka dalam daya ingat dan dapat disesuaikan dengan pengetahuan
yang telah ada sebelumnya. Oleh karena itu DPBW direkomendasikan untuk
dirancang sebagai berikut:
1) Melakukan
2) Pemberian tugas yang berulang
3) Membuat variasi
4) Melakukan perbaikan terhadap kesalahan
5) Memilih dan membuang yang tidak perlu
Kemudian structure learning theory yang
diusung oleh pandura fokusnya adalah untuk memilih ranah masalah dan memilih
struktur yang harus diketahui oleh peserta didik. Masalah dipecah menjadi
komponen dasar yang biasanya disebut sebagai komponen atom dan bagian paling
dasar dari tingkat tersebut, betul-betul merupakan bagian yang harus dipelajari
peserta didik dan dijadikan sebagai ranah kompetensi. Scandura mengatakan bahwa
teori ini sangat bermanfaat dalam pembelajaran individual. Dengan demikian
sebagaimana yang telah diuraikan bahwa DPBW itu merupakan pembelajaran
individual maka rancangan DPBW dengan landasan teori ini lebih kepada pemecahan
materi ajar menjadi bagian-bagian kecil. Dan bagian yang kecil itu menjadi inti
kompetensi yang harus dipelajari siswa. Dengan demikian rancangan DPBW adalah
sebagai berikut:
1) Lebih menekankan pada individu
2) Menentukan inti kompetensi
3) Materi dibuat dalam bagian kecil
4) Pengintegrasian materi secara bertahap menuju
tingkat yang lebih tinggi
- Teori Belajar Konstruvistik
Pembentukan pengetahuan menurut model
konstruktivisme memandang subyek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif
dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini,
subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh
realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek
itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan
berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses
penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi
(Martinis Yamin, 2008: 2).
Yang terpenting dalam teori konstruktivisme
adalah bahwa dalam proses pembelajaran siswalah yang harus mendapatkan penekanan.
Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukannya guru atau
orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya.
Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan
keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan
kognitif siswa.
Pengetahuan dalam pengertian konstruktivisme
tidak dibatasi pada pengetahuan yang logis dan tinggi. Pengetahuan di sini juga
dapat mengacu pada pembentukan gagasan, gambaran, pandangan akan sesuatu atau
gejala sederhana. Dalam konstruktivisme, pengalaman dan lingkungan kadang punya
arti lain dengan arti sehari-hari. Pengalaman tidak harus selalu pengalaman
fisis seseorang seperti melihat, merasakan dengan indranya, tetapi dapat pula
pengalaman mental yaitu berinteraksi secara pikiran dengan suatu obyek. Dalam
konstruktivisme siswa sendiri yang aktif dalam mengembangkan pengetahuan.
Kemudian adapun prinsip pembelajaran
konstruvistik adalah sebagai berikut (Darmansyah, 2010: 145-147) :
1) Belajar adalah sebuah proses aktif
2) Belajar membangun dua makna
3) Belajar tindakan penting membangun makna
mental
4) Belajar bahasa pembelajaran
5) Belajar adalah suatu kegaiatan sosial
6) Belajar adalah peristiwa kehidupan yang
kontekstual
7) Belajar membutuhkan pengetahuan
8) Dibutuhkan waktu untuk belajar
9) Motivasi adalah komponen utama dalam
pembelajaran
Selanjutnya ada beberapa orang ahli yang
menguraikan tentang teori konstruvistik diantaranaya adalah seperti teori Zone
Proximal development yang diusung oleh Lev Vygotsky yang mengatakan bahwa
anak mengikuti teladan orang dewasa dan secara bertahap mengembangkan kemampuan
untuk melakukan tugas-tugas tertentu tanpa bantuan atau dengan nmenggunakan
bantuan. Bagi vygotsky perkembangan individu merupakan hasil dari budayannya
dan ini berlaku untuk perkembangan mental seperti pikiran, bahasa dan
proses penalaran.
Menggunakan landasan ZPD theory dalam DPBW
memberikan peluang untuk merancang materi lebih dekat dengan pengalaman peserta
didik. Materi dalam DPBW disusun sesuai dengan perkembangannya agar peserta
didik dengan cepat memahaminya.
Kemudian teori Scaffolding yang dikeluarkan oleh
Vygotsky mengatakan bahawa betapa pnetingnya sutau bantuan dalam membangun
pengetahuan peserta didik. Belajar menurut teori ini adalah pembelajaran yang
membantu siswa dan siswa lain untuk belajar, agar lebih mudah berinteraksi dan
saling belajar satu sama lain melalui bantuan seorang guru sebagai fasilitator.
Dalam merancang DPBW dengan landasan teori ini
adalah sedapat mungkin materi diberikan dengan membuka kesempatan kepada
peserta didik, belajar secara bertahap dari yang paling ssederhana ke yang
kompleks. Dan harus dimulai dengan apa yang dekat dengan pengalaman sisw dan
membangun pengalaman baru secara bertahap.
Selanjutnya Lee Andresen, david Boud dan
ruth cohen yang mengusung teori berdasarkan pengalaman yang menempatkan
pengalaman peserta didik pada posisi sentral dalam semua pertimbangan.
Pengalaman ini dapat berupa peristiwa sebelumnya pada peserta didik. Sebaiknya
DPBW dirancang dengan mensyaratkan pengalaman sebelumnya sebagai prasyarat.
Dengan demikian dapat memberikan kesempatan kepada peserta didik secara aktif
membangun pengalaman mereka sendiri.
Berikutnya adalah teori Problem-based Learning
yang dikeluarkan oleh Engel, Macdonald, dan Issacs mengatakan bahwa suatu
metode pembelajaran dan pelatihan yang ditandai oleh adanya masalah nyata
sebagai sebuah konteks bagi para peserta didik untuk belajar berfikir kritis
dan keterampilan memecahkan masalah serta memperoleh pengetahuan. Menurut
mereka karakteristik khas PBL ini adalah berpusat pada apa yang peserta didik
lakukan bukan pada yang dosen lakukan. PBL dapat dilakukan dengan berbagai
langkah diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Menyampaikan ide
2) Menyajikan fakta yang diketahui
3) Mempelajari masalah
4) Menyusun rencana tindakan
5) Evaluasi
Kemudian dalam membuat rancangan DPBW semua
langkah tersebut dapat dilakukan.
Selanjutnya adalah Anchor Instruction Theory yang
diusung oleh Jhon Bransford yang fokus utamanya adalah pada pengembangan
alat video disc interaktif yang mendorong siswa dan guru untuk memecahkan
masalah kompleks dan realistis. Tujuan utama penggunaan alat video iini adalah
untuk menciptakan pembelajaran yang menarik, realistik dan kontekstual yang
mendorong terjadinya pengembangan pengetahuan peserta didik.
Berdasarkan hal tersebut maka rancangan DPBW
harus dibuat dalam bentuk studi kasus atau bentuk situasi masalah. Artinya DPBW
harus menyediakan adanya kegiatan interaktif, misalkan pertanyaan, soal, dan
kuis yang dapat diakses oleh peserta didik secara interaktif.
Kemudian situated learning theory yang
dikeluarkan oleh jean lave berpendapat bahwa belajar adalah fungsi dari
aktifitas, konteks, dan budaya dimana pembelajaran terjadi. Hal ini berbeda
dengan sebagian besar kegiatan belajar dikelas yang banyak melibatkan
pengetahuan abstrak dan berada di luar konteks. Dengan demkikian SLT memiliki
prinsip yang diterapkan dalam DPBW yaitu:
1) Pembelajaran perlu menyajikan pengetahuan
dalam konteks sosial peserta didik dalam bentuk aplikasi yang biasanya
2) Belajar membutuhkan interaksi sosial dan
kolaborasi
Selanjutnya cognitive Apprenticesip Learning
Theory yang di populerkan oleh A.Collins, Js Brown dan Sussan E. Newman
mengatakan bahwa peserta didik bekerja dalam tim pada proyek-proyek atau
masalah yang dengan bantuan instruktur. Menurut mereka teori ini termasuk dalam
pembelajaran sosial kognitif yang mana teori ini fokus pada pembelajaran yang
diarahkan melalui pengalaman kognitif, keterampilan dan proses metakognitif.
Kemudian Discovery Learning Theory yang
dipopulerkan oleh Jerome Bruner yang berpendapat bahwa DLT percaya cara yang
terbaik bagi peserta didik untuk mendapatkan pengetahuan tentang fakta-gakta,
prinsip untuk diri mereka adalah dengan menemukannya sendiri. Dengan demikian
DPBW seharusnya memberikan kesempatan kepada peserta didik dapat memahami
struktur materi penbelajaran yang sedang dipelajari. Materi pembelajaran
memberikan dorongan kepada peserta didik untuk aktif dan setiap saat mampu
mengunakan lebih banyak penalaran.
2. Teori Sistem
Teori sistem dapat didefinisikan sebagai
bagian-bagian yang saling berhubungan dalam suatu model bekerja sama untuk
membangun suatu produk yang lengkap dengan cara yang logis. Ludwig von
Bartalanfy merupakan ahli pertama yang memperkenalkan teori sistem. Menurutnya
terdapat model-model , prinsip dan hukum yang berlaku dalam sistem-sistem umum
atau subsistem, yang memiliki berbagai jenis komponen, sifat, unsur-unsur yang
saling berhubungan dan memiliki hubungan satu sama lain.
Pengaruh yang paling besar dari teori
sistem terhadap DPBW adalah sebagaiaman diperlihatkan pada sebuah prosedur yang
dilaksanakan secara sistematis yang memungkinkan DPBW dapat diakses melalui
iterasi. Hal ini dimaksudkan untuk sebagai produk yang diimplementasikan dalam
pembelajaran.
Landasan teori sistem pada DPBW adalah untuk
memmberikan pondasi terhadap desain pembelajaran dengan konsep sistem, materi
ajar yang dirancang dalam DPBW seharusnya mempertimbangkan berbagai elemen, dan
kompnen dalam pembelajaran.
3. Teori Komunikasi
Richey dalam (Remussen dalam Darmansyah 2010)
mengatakan bahwa teori komunikasi menjelaskan proses penayampaian informasi,
bentuk dan instruktur informasi serta fungsi dan pengaruh informasi. Prinsip
utama dari teori komunikasi yang digunakan dalam desain DPBW adalah dihubungkan
dengan desain pesan yang dinyatakan bahawa: desain pesan merupakan salah satu
langkah proses pengembangan yang membawa spesifikasi cetak biru desain
pembelajaran dalam detail yang lebih besar. adapun desain pesan meliputi
fitur-fitur visual teks dan grafik serta penempatannya dalam satu halaman.
Dalam suatu lingkungan PBW desain pesan yang cocok tergantung pada desainer
yang tampak dalam bentuk tataletak halaman Web.
C. Kesimpulan
Dalam Pembelajaran Berbasis Web web tersedia
sumber informasi dan sumber daya pembelajaran yang melimpah, maka kegiatan
belajar tidak difokuskan pada satu atau beberapa sumber informasi tertentu
saja, tetapi bereksplorasi ke berbagai situs-situs yang berkaitan. Dalam
pengajaran konvensional seorang guru mewajibkan siswa untuk mempelajari
(menghafal) buku atau diktat tertentu untuk kemudian dievaluasi penguasaannya
pada akhir semester. Dalam model pengajaran berbasis web seorang guru
lebih tepat memberi pengarahan kepada siswa agar mencapai suatu tujuan akhir
yang diharapkan dan membiarkan mahasiswa mengorganisir proses pembelajarannya
sendiri. Dalam hal ini mirip seperti metode proyek, akan tetapi aplikasinya
tidak pada kerja proyek, melainkan pada pengembangan pengetahuandalam bidang
ilmu tertentu.
Teori ialah sesuatu yang menjadi dasar
pembentukan sesuatu ilmu pengetahuan. Dasar teori ini yang akan di kembangkan
pada ilmu pengetahuan agar dapat diciptakan pengetahuan baru yang lebih lengkap
dan detail sehingga dapat memperkuat pengetahuan tersebut. Desain Pembelajaran
Berbasis Web dengan berlandaskan teori ini sedapat mungkin materi diberikan
dengan membuka kesempatan kepada peserta didik, belajar secara bertahap dari
yang paling sederhana ke yang kompleks. Dan harus dimulai dengan apa yang dekat
dengan pengalaman siswa dan membangun pengalaman baru secara bertahap
Desain
Pembelajaran
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan hak segala bangsa, kalimat
tersebut tersurat dalam Undang-Undang Dasar 1945. Meskipun menjadi hak segala
bangsa, dalam kenyataannya belum terealisasi. Banyak faktor yang menjadi
penyebab tidak terealisasinya pendidikan untuk menjadi hak semua orang, mulai
dari perencanaan jangka panjang dan jangka pendek, pelaksanaan dan evaluasi.
PENDAHULUAN
Kegiatan belajar-mengajar merupakan inti dan
pelaksanaan kurikulum Baik-buruknya mutu pendidikan atau mutu lulusan
dipengaruhi oleh mutu kegiatan belajar-mengajar. Bila mutu lulusanya bagus
dapat diproduksi bagus mutu kegiatan belajar-mengajarnya juga bagus: ata
Konstruktivisme adalah salah satu aliran dari
filsafat. Dilihat dari pengertiannya, konstruktivisme adalah interaksi antara
subjek dengan objek, realita dan eksternal. Makanya konstruktivisme tidak
mengklain suatu kebenaran. Dari tujuh aliran teori yang ada, yang sejalan
dengan aliran konstruktivisme
A. Asal Usul Konstruktivisme
Gagasan pokok kunstruktivime sebenarnya dimulai
oleh Giambatista Vico, seorang epistimolog dari Italia. Pada tahun 1710
Giambatista Vico mengungkapkan filsafatnya “ “Tuhan adalah pencipta
alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaannya”. Bagi vico bahwa
pengetahuan selalu merujuk kepada struktur konsep yang
Desain pembelajaran adalah suatu prosedur yang
terdiri dari langkah-langkah, dimana langkah-langkah tersebut di dalamnya
terdiri dari analisis, merancang, mengembangkan, menerapkan dan menilai hasil
belajar (Seels & Richey, AECT 1994). Hal tersebut juga dikemukakan oleh
Morisson, Ross & Kemp
A. PENDAHULUAN
Konten dalam disain pembelajaran merupakan materi
atau isi mata pelajaran, guna menumbuhkembangkan pengetahuan yang terkandung
didalamnya. Sementara itu analisis tugas merupakan kegiatan-kegiatan latihan
atau tugas, diperlukan untuk menemukan cara yang efektif guna mencapai tujuan
mata pelajaran. Konten dan analisis tugas menjadi hal yang saling terkait jika
dilihat dari siklus kegiatan pembelajaran. Guru sebagai desainer harus lebih
mengenal komponen dasar yang berperan dalam pembelajaran.
Ada dua;
- Analisis
konten
- Analisis
tugas
ANALISIS TUGAS
Analsisi tugas bergerak dalam ranah kognitif.
Tugas di sini bukan dimaksudkan dengan tugas di rumah. Tetapi
Disain pembelajaran adalah suatu prosedur yang
terdiri dari langkah-langkah,dimana langkah-langkah tersebut di dalamnya
terdiri dari analisis, merancang, mengembangkan, menerapkan dan menilai hasil
belajar (Seels & Richey, AECT 1994). Hal tersebut juga dikemukakan oleh
Morisson, Ross & Kemp (2007)
Pendahuluan
Tujuan pembelajaran merupakan salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan
dalam melaksanakan pembelajaran. Sebab segala kegiatan pembelajaran muaranya
pada tercapainya tujuan tersebut. Dilihat dari sejarahnya tujuan pembelajaran
pertama kali diperkenalkan oleh B.F. Skinner pada tahun 1950
Untuk membelajarkan siswa sesuai dengan cara-gaya belajar mereka sehingga
tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan optimal ada berbagai model
pembelajaran. Dalam prakteknya, kita (guru) harus ingat bahwa tidak ada model
pembelajaran yang paling tepat untuk segala
Media Pembelajaran
Dengan munculnya Internet seluruh
dunia telah menyusut; kemajuan teknologi di dunia internet telah merevolusi
telekomunikasi dengan cara yang tidak seperti sebelumnya. Pendidikan adalah
satu lagi bidang yang telah mengamati makeover luar biasa, berkat World Wide
Web. Pendidikan online memanfaatkan teknologi, keahlian dan memiliki potensi
untuk mencapai sejumlah peserta didik di seluruh dunia. Dan ini dapat dengan
mudah dicapai dengan penggunaan Learning Management System.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan hak segala bangsa, kalimat
tersebut tersurat dalam Undang-Undang Dasar 1945. Meskipun menjadi hak segala
bangsa, dalam kenyataannya belum terealisasi. Banyak faktor yang menjadi
penyebab tidak terealisasinya pendidikan untuk menjadi hak semua orang, mulai
dari perencanaan jangka panjang dan jangka pendek, pelaksanaan dan evaluasi.